Aku benci kala malam tiba. Saat waktu bersamamu tak lagi
ada.
Aku benci saat harus menatap punggungmu. Dan harus segera
mengucap perpisahan.
Aku benci waktu ku tak sepenuhnya untukmu. Harus terbagi,
bukan 24 jam penuh.
Karena saat matahari menghilang di telan bulan. Saat itu bel
telah berdenting, seakan mengiringi perpisahan. Seakan mengikuti langkah kakiku
dan kakimu yang menjauh.
Tuhan, mengapa harus ada perpisahan?
Hal yang paling aku benci. Yang ingin aku hindari.
Tuhan, aku ingin selalu ada dalam dekapnya. Menggengam tanganya.
Menatap bola matanya.
Aku cinta dia.
Tapi, ada waktu dan jarak. Hingga genggam tangannya lepas
begitu saja. Peluknya tak lagi ada.
Dan hari itu diakhiri dengan perpisahan.
Sayang, aku tak yakin. Esok dan lusa kita dapat bertemu
kembali.
Aku tak yakin pelukmu dapat kumiliki lagi. Senyum ramah dan
eratnya jemarimu dapat kunikmati lagi.
Sayang, aku bukan kekasihmu. Aku hanya kau anggap adik yang
tak pernah kau pahami perasaanku.
Mungkin aku hanyalah boneka pelepas rindumu. Yang tak jelas
apa status pastiku.
Aku benci perpisahan. Karena semakin memperjelas hubunganku
dan kamu. Yang tak dapat menjadi satu. Aku benci. Berpisah.
0 komentar:
Posting Komentar
you can leave coment :)